<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d33206210\x26blogName\x3dLily.en.da.days\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLACK\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://lilyendadays.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_GB\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://lilyendadays.blogspot.com/\x26vt\x3d6695960562355461877', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
Monday, May 28, 2007

Dalam sebuah percakapan iseng, entah mulainya dari mana, apa topiknya, tapi tahu-tahu teman saya bilang, “ada empat hal yang gw pengen capai dalam hidup gw, yaitu gw pengen denger orangtua gw bilang ‘bangga’ karena apa yang gw lakuin, pengen kuliah di luar negeri, pengen [entah apa, lupa… T.T *memori terbatas :D*], dan pengen mencapai kebebasan finansial.”

Err, kata-kata itu seakan mengingatkan apaaa.... gitu. Mungkin itu juga tujuan saya. Entah dengan hal-hal yang lainnya, tapi untuk hal pertama, saya memang menginginkannya. Saya ingin dengar orangtua saya bilang ’bangga’ karena apa yang saya lakukan. Well, dulu memang mereka bilang mereka senang saya berhasil mencapai ini dan itu, mencapai apa yang mereka ingin saya capai. Tapi hal itu tidak membuat saya puas.

Setelah saya mulai melakukan semuanya sendiri, semua yang saya lakukan karena saya ingin, bukan karena tuntutan dan desakan orang lain, saya sama sekali belum pernah mendengar kata-kata itu. Mereka bahkan tidak mengatakan ’senang’ lagi. Ya, mungkin ada yang berpikir dan berkata, hal itu kan tidak harus selalu dikatakan, dsb, dsb. Tapi, untuk saya, kata-kata sangat berarti, lebih dari benda apapun yang bisa mereka berikan pada saya.

Itulah alasan mengapa, err... yah, saya sangat senang saat ada dua orang kakek-kakek *kilik-kilik Papi sama Abang* yang menulis,“... We’re VERY proud of you...“ dalam SMS balasannya saat saya memberitahu saya dapat melampaui prediksi saya sendiri [dan prediksi orang-orang] mengenai batas kemampuan saya, walaupun saya tetap tidak menang.


Catatan: Hehe, hari ini saya sudah mempost 2 tulisan berjudul "untitled". Euh, habis saya kesulitan menemukan (atau males nyari? :P) judul yang pas sih :D.

Labels:



+ Lily @ 5:49 pm 0 Comments

_________

Dunia ini, juga manusia-manusianya, selalu berubah dari waktu ke waktu, sesuai dengan tuntutan zaman. Begitupun aku. Begitu banyak perubahan yang terjadi pada diriku.

Dulu, aku selalu berusaha menjadi yang terbaik. Lakukan apapun yang orangtuaku suruh lakukan. Dapatkan peringkat pertama. Ikuti berbagai lomba, mulai dari lomba yang ringan-ringan saja, sampai lomba yang memeras semua tenagamu dan menguji semua kemampuan yang kau miliki. Ikuti berbagai les, mulai dari les mata pelajaran, sampei les bahasa. Aku belajar dan melakukan semuanya untuk mereka.

Sekarang, aku selalu berusaha untuk melakukan yang terbaik, namun aku tidak terobsesi untuk menjadi yang terbaik. Bagiku, asalkan semuanya dilakukan sesuai kemampuan, maka hasilnya akan baik. Bahkan bila hasilnya tidak sebaik yang kuinginkan, bila sudah diusahakan semaksimal mungkin dengan cara yang baik, maka tidak ada penyesalan yang tidak baik tentangnya. Les, bagiku yang sekarang hanya penunjang, atau penyaluran ekspresi dan keinginan hatiku untuk mengikutinya, tanpa suruhan lagi. Malah, sekarang akulah yang memaksa minta dileskan ini itu, bila aku memang ingin. Kini aku belajar dan melakukan semuanya untuk diriku sendiri.


Dulu, aku kesulitan bersosialisasi. Aku tidak akan menyapa orang yang tidak aku kenal lebih dulu. Aku tidak akan memperkenalkan diri lebih dulu. Aku tidak akan mengulurkan tanganku lebih dulu untuk mengajukan pertemanan. Harus orang lain yang membutuhkan aku, yang menginginkan aku menjadi temannya. Teman macam apa, entahlah.

Seiring berjalannya waktu, hal itu berubah.
Sekarang, akulah yang mencari teman sebanyak-banyaknya. Akulah yang mencari tahu tentang mereka. Akulah yang menyapa mereka lebih dulu. Akulah yang mengulurkan tangan menawarkan pertemanan terlebih dulu. Beberapa menjadi teman terbaikku, yang bisa berbagi sepenuhnya denganku. Aku belajar berempati pada orang lain.


Dulu, aku tidak bisa menunjukkan diriku di depan umum. Kalaupun aku melakukannya, itu semua dengan perasaan terpaksa. Aku lebih memilih mengerjakan essay panjang atau mengerjakan soal-soal sulit daripada harus berpidato, atau sekedar tampil di depan umum memberikan sambutan.

Sekarang, aku masih tidak bisa melakukannya dengan baik. Namun, aku berusaha, paling tidak. Aku bisa memimpin jalannya diskusi dalam sebuah kelompok kecil. Aku bisa menjelaskan dengan terperinci tentang suatu rencana atau hal kepada orang di sekitarku, meskipun tidak dalam suasana resmi.
Aku mengawasi dan memimpin suatu forum. Secara tidak langsung, itu mengajariku cara memimpin. Cara membuat keputusan dengan adil. Cara memandang sesuatu dengan objektif. Cara bersosialisasi dan membimbing dengan baik. Cara mengenal, dan memahami karakter manusia yang berbeda satu sama lain. Juga cara mengatasinya dan segala permasalahan yang timbul.
Selain secara offline di forum, aku juga mengikuti percakapan-percakapan dan conference online di messenger. Hal itu membantuku menemukan ‘suaraku’ yang lain, mengemukakan ekspresiku dengan cara lain, cara yang kusukai, cara yang tidak mengharuskan aku berbicara. Juga ada pertemuan-pertemuan kecil dan besar. Mengajakku untuk mengenal orang lain lebih dalam. Menemui orang yang sama sekali belum pernah kau lihat secara nyata. Berinteraksi dengan orang yang mungkin sehari-harinya hanya kau baca dan balas baris-baris percakapannya. Memberiku kesempatan untuk belajar berbicara dan mengemukakan pendapatku. Membuatku belajar berencana dan mengemukakan pendapat. Membuatku meluangkan waktu untuk bersenang-senang.


Dulu, aku akan membantu orang lain jika itu memang benar-benar memberikan timbal-balik untukku.

Sekarang, aku akan mengulurkan tanganku pada siapa saja yang meminta bantuanku dengan tujuan yang baik.


Dulu, aku memandang segala sesuatunya dari satu sisi. Dari sudut pandangku. Aku menilai semuanya berdasarkan hitam dan putihnnya. Aku akan memaki orang yang tidak kusukai, yang kuanggap hitam, meski di dalam hatiku.

Sekarang, aku sadar bahwa dunia dan kehidupan memiliki berbagai sisi. Manusia tidak hanya hitam dan putih, namun juga ada abu-abu, dan mungkin berbagai warna lainnya? Semua yang hitam pasti punya sisi terang, dan semua orang putih pasti punya lembaran kelam dan gelap. Semua hal terjadi karena suatu alasan.


Entah mengapa aku berubah. Entah siapa yang mengubahku. Entah bagaimana ia mengubahku. Dan entah kapan aku berubah. Yang kutahu hanyalah, setiap manusia berusaha untuk berubah menuju keadaan yang lebih baik, dan itu alasan yang cukup bagiku untuk terus berubah.


Aku yang dulu, amat berbeda dengan aku yang sekarang. Dan aku bahagia karenanya :).

Labels:



+ Lily @ 5:47 pm 0 Comments

_________

Dulu aku akan menyimpan semua yang kurasakan sendiri, baik senang maupun susah.
Akan kututup rapat-rapat dan kusimpan dalam palung terdalam hatiku. Tidak seorangpun perlu tahu apa yang kuketahui, kurasakan, kualami. Semuanya cukup aku yang tahu.

Karenanya, saat membuat blog ini, yang dibuat memang karena tertarik dan ikut-ikutan, aku tidak berpikir untuk menulis hal-hal yang ingin kutulis. Yang kutulis mungkin memang kurasakan dan benar adanya, tapi hanya sebatas apa yang pantas aku tuliskan. Bagiku blog bukanlah buku harian, dan memang bukan. Ini bukan tempat untuk menuliskan apa yang membuatmu susah, untuk memperlihatkan emosi-emosimu.

Aku pernah secara tidak sadar, mungkin beberapa kali, menuliskan sesuatu yang benar-benar tercurah dan bocor dari kotak penyimpananku. Dan secara konsisten aku berusaha menutupnya kembali. Aku tidak ingin membiarkannya terbuka.

Namun kini, rasanya hal itu menjadi tidak adil lagi bagiku. Dan bagi orang lain yang tahu siapa aku.
Kau pernah menangis?
Ya, menangis berarti mengeluarkan air mata. Dari segi biologis, air mata berfungsi untuk melumasi mata kita yang kering. Juga membersihkannya dari kotoran-kotoran yang masuk ke mata kita. Dan melindunginya. Dari segi psikologis, menangis adalah salah satu cara melepaskan emosi. Saat sedih, takut, terharu, bahkan gembira, semuanya bisa diekspresikan lewat air mata. Setelah menangis, kau akan merasa lega. Kau akan merasa tekanan di dadamu berkurang, dan semuanya terasa ringan.
Sekarang, bagaimana kalau kau tidak menangis, tidak bisa menangis, atau bahkan tidak boleh menangis?
Menangis itu harus, untuk mengurangi tekanan pada diri kita. Begitu pula dengan menulis. Dengan bercerita, maka seakan beban kita berkurang. Kita akan merasa lega karena ia tidak disimpan dalam kotak penyimpanan yang tentunya sudah penuh itu.

Jadi, mulai sekarang, aku ingin, dan akan menulis apa yang memang ingin kutulis.
Aku ingin mendapatkan kelegaan yang sudah lama tidak kurasakan. Atau mungkin tidak pernah kurasakan. Belum.

Catatan: Jrit, saya sendiri kaget, kok sayah bisa menulis seperti ini yah... - -; Seperti kata temen saya waktu baca post-post blog saya, ini tidak seperti saya :P. Memang sih, yang dia baca itu post-post sebelum post ini. Dan tetap saja, katanya, tidak mencerminkan saya :P. Soalnya saya yang biasanya dia temui kan tidak terlihat seperti orang yang mau dan bisa menulis sedemikian.... euh, keren B-)? *kabur sebelum ditimpukin kuali, panci, dsb*

Oh iya, kok saya jadi menggunakan “aku“ sebagai kata ganti orang pertama, bukan “saya“ seperti biasanya? Yah, itu sih memang enaknya aja begitu :D. Kalau pake “saya“, rasanya kurang pas :“>.

Labels:



+ Lily @ 5:45 pm 0 Comments

_________