<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar/33206210?origin\x3dhttp://lilyendadays.blogspot.com', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
Monday, December 11, 2006

Apa jadinya ya bila penglihatan direngut dari kita?

Mataku, ‘jendela’ duniaku sudah ‘diambil’dariku sejak 11 tahun yang lalu. Yah, tidak semua sih, hanya ‘sebagian’. Itu artinya aku masih bisa melihat, namun tidak secara penuh, harus dengan alat bantu. Maka hadirlah benda bernama kacamata, ‘jendela’ tambahan dalam kehidupanku yang baru berjalan kira-kira 5 tahun. Kehadirannya adalah keharusan, karena, minus awalnya saja -3 dan -7, mau lihat-lihat gimana, coba :D.

Setelah saat-saat pertama takut karena ‘jendela’ku buram, dan harus membawa-bawa ‘jendela’ tambahan yang merepotkan itu, beberapa minggu berikutnya jadi terbiasa. Terbiasa dipandang aneh, terbiasa harus diam dan tidak boleh ikut kegiatan-kegiatan tertentu, terbiasa dengan si ‘jendela’ tambahan ini. Ada saat-saat di mana aku merasa frustasi, ingin rasanya aku tidak ada saja, beberapa kali terbersit pikiran untuk ‘menghilangkan keberadaan’, bahkan hampir dicoba, namun seiring berjalannya waktu, akhirnya keadaan ini diterima sebagai sebuah ‘bagian dari hidup’.

Setelah bertahun-tahun berlalu, dan jelas minusnya bertambah, dan keterbiasaan dipandang aneh pun sudah merasuk, contoh kecilnya, karena memecahkan rekor minus di sekolah (susah kan menemukan siswa baru SMA yang matanya -9,5? Waktu aku masuk yang paling besar tuh ‘cuma’ -5 :)) ), terbersit juga pertanyaan, mau sampai kapan minusku ini bertambah? Aku pernah mendengar ada yang sampai -20, tapi berapakah batasnya, sampai kapan aku tetap bisa menatap dunia?

Penglihatan merupakan hal yang vital bagiku, karena lewat penglihatan dan jarikulah aku berkomunikasi dengan dunia. Aku bukanlah orang yang bisa berkata-kata, terutama di depan banyak orang. Karena itu, baik dalam bidang akademis maupun di lingkungan sekitar, sedikit sekali mulutku berperan. Meski kadang ada hal yang ingin disuarakan, sebagian besar, dengan alasan tata krama, kemungkinan akibat dari suara tersebut, dan hal-hal lain, suara itu terpendam dalam hati dan hanya bisa disuarakan lewat tulisan, di tempat yang tepat, tentunya. Di tempat di mana tidak ada orang yang tersakiti akibat tulisanku itu. Penglihatan juga amat berperan, terutama untuk menatap layar komputer, yang bisa memperlihatkan komunikasiku yang sebenarnya, entah lewat forum, messenger, blog, dan berbagai situs lainnya. Kemudian setelah dilihat-lihat, jarilah yang menuliskan suara hatiku.

Nah, kan, apa jadinya bila suatu saat ‘jendela’ku benar-benar direngut dariku?

Labels:



+ Lily @ 10:42 am

_________

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home